Ini adalah tulisan spontan
Aku sadari, menulis jadi salah satu tempat untuk ibaratnya "mengosongkan ruang penyimpanan yang hampir habis" wkwk, sebenarnya ya otak kita ga akan sehabis itu juga ruangan untuk menyimpannya, sebenarnya (lagi) ada satu sisi pikiranku yang ga setuju juga sama yang aku tulis barusan, karena ada kalanya menulis itu terkadang sakral, ada kalanya juga menulis itu jadi obat, ada kalanya menulis itu random, ada kalanya menulis itu ya karena pingin aja, menulis bisa jadi banyak wujud maknanya, lagi pula makna itu kita sendiri yang menentukannya, kan ? Jadi, yang sekarang ini adalah tulisan tiba-tiba aja, iseng buka blogspot ternyata udah setahun juga ga upload tulisan di sini. Ini adalah tulisan yang gaada perencanaan kerangkanya, ini adalah tulisan spontan (uhuy).
Kadang, setiap mau nulis setelah sekian lama tidak menulis tu mikir "hmm nulis apa ya," dan sebenarnya itu juga yang terpikirkan saat tulisan ini terketik. Saat ini pukul 23.46 WIB, mengetik random dengan mendengarkan lagu di headset bluetooth di satu telinga dan yang tiba-tiba banget ini barusan headsetnya lowbat dan mati sendiri (apasih random banget). Awalnya, tadi mau nulis dengan judul "walking in my own maze" terus gajadi karena engga ada persiapan buat nulis topik itu. Sebenarnya, aku juga penasaran kemana aku akan membawa tulisan ini dan gimana nanti akhirnya.
Hari ini aku nonton "Dune part 2" di bioskop (spoiler alert), dapet row ketiga dari bawah, tapi untungnya kursinya kayak sofa, jadi walaupun mata agak perih nonton terlalu dekat, badan tetap nyaman. Filmnya lumayan panjang, sekitar kurang lebih tiga jam, sejujurnya baru nonton Dune part 1 nya kemarin dan itupun belum selesai, tapi ya untuk cerita masih bisa lah mengikuti secara garis besar yang part 1. Dune ini masuk dalam kategori sci-fi, memang futuristik sih, penulis kenapa bisa kepikiran padang pasir gitu disebut "spice" atau rempah ya, kalau aslinya kan rempah tu ya yang kita definisikan sebagai perbumbuan duniawi, jadi imajinasi penulis untuk mengatakan potensi di gurun pasir itu adalah rempah mantap sih. Ceritanya memang latar belakang tempatnya di planet yang berbeda potensinya gitu, dan si Dune atau padang pasir ini kayak jadi perebutan area kekuasaan karena potensi spice yang dibutuhkan untuk perjalanan luar angkasa gitu dan banyak yang ingin menguasai planet ini. Itu kalau dari sisi latar belakang ide tempat ceritanya ya, tapi kalau dari yang diceritakan, menurutku film ini lebih ke percampuran antara politik, keyakinan, dan perebutan kekuasaan. Sisi politiknya sangat terlihat jelas apalagi kalau nonton Dune part 1, perencanaan si emaknya Paul nih memanfaatkan kekuatannya untuk mempengaruhi orang, ya ada banget sih strategi yang digunakan, kayak misalnya si emaknya ini mau meyakinkan orang yang "vulnerable" dulu, si emaknya mendefinisikan orang tipe ini adalah orang yang takut sama mereka dan gak punya power atau lemah, kalau dipikir-pikir, strategi politik ini emang ampuh, ya, dan untuk politik di Indonesia kadang juga pake strategi itu (wkwk napa jadi Indonesia dah). Ini film kan endingnya tentang memperebutkan kekuasaan ya, tapi aku gatau sih ini arahnya nanti mau dibawa kemana nih kekuasaan, mau dikuasai sendiri atau ngebawa kemerdekaan buat rakyat di Dune. Ada sisi romantisnya sih di film ini, tapi tidak berakhir baik menurutku, emang agak aneh juga aku liat si Paul ini, yang bantuin pas doi sekarat siapa, yang mau dinikahin siapa, ya lagi-lagi karena kekuasaan, kayaknya aku bisa ngerti kenapa penglihatan di masa depannya Paul tuh kayak banyak yang mati gitu, karena Paulnya tamak :( Tapi gatau deh yaa, aku belum baca novelnya juga dan kita lihat aja nanti kemungkinan sih ada part lanjutannya. Kalau dari sisi keyakinan, lebih ke keyakinan bersifat agamis ya, kalau di Islam mungkin mengadopsi cerita Imam Mahdi gitu, tapi sekilas cerita ini untuk secara garis besar kekuasaannya mirip sama "Attack on Titan," jadi dia kayak punya kekuatan melihat masa depan, punya kekuatan bisa mempengaruhi pikiran, kuat, dan kayak banyak pengikutnya gitu, gak sama sih, cuma mirip aja. Terus aku jadi mikir, kayaknya kalau disuruh milih aku mau apa engga bisa lihat masa depan kayaknya aku lebih milih gamau deh, karena gatau akan bersikap gimana, gatau siap atau engga nerimanya, biar kejutan aja lah ya. Enough about Dune Part 2.
Setelah melakukan aktivitas yang membutuhkan interaksi sama orang, ternyata energiku lumayan terkuras, jadilah sebelum pulang aku me time dulu ngopi sambil baca buku. Tempat kopi baru yang lagi menjamur, menurutku lumayan sepi tapi rasa kopinya lumayan oke karena "berasa" gitu kopinya, emang kopinya lebih ke tipe Arabica yang asem gitu sih, untuk pecinta kopi oke lah, tapi untuk yang gak terlalu suka kopi mungkin akan berpikir ulang. Buku yang aku baca tadi judulnya "Four Thousand Weeks, Time Management for Mortals" yang ditulis sama Oliver Burkeman. Bukunya dalam bahasa Inggris, jujur bahasanya mudah tapi kosakata yang digunakan gak monoton alias beragam, jadinya aku yang tidak terlalu kaya akan kosakata ini cukup sering berhenti untuk buka google translate, apalagi buku sebelumnya yang aku baca adalah "The Mountain is You" karyanya Brianna Wiest yang penggunaan baik bahasa sama kosakatanya ringan banget, tapi itu bukan masalah besar sih, masih oke. Sejujurnya buku ini adalah buku rekomendasi teman yang udah dari beberapa tahun lalu, dan aku tertariknya karena bunyi pembukanya "In The Long Run, We're All Dead" indeed i think! Kita bisa mati kapan aja, sebenarnya aku tertarik mempelajari kematian, menghadapi kematian, cara kematian, menarik untuk dikulik, karena kematian menjadi satu hal yang pasti akan kita hadapi, kita gak akan hidup selamanya, semua hanya titipan, kita berkesempatan merasakan titipan itu di dunia ini. Buku yang aku baca masih awal banget, jadi belum tau nih isi keseluruhannya gimana, kalau lihat dari reviewnya sih tentang manajemen waktu, mari kita baca dulu gimana tentang buku ini. So far so good, penulis ini cerita, beliau adalah orang yang ga terlalu bisa menerapkan manajeman waktu yang terlalu terstruktur gitu, malah ga efektif menurutnya, kalau aku sih sebenernya juga ga terlalu efektif menerapkannya, tapi belum aku evaluasi banget sih kurang efektifnya karena apa, tapi jujur aku suka sih kalau terstruktur gitu, jadi mari kita lihat dan baca dulu pemikiran sang penulis di buku ini, kita lihat mana yang sesuai mana yang engga, mana yang bisa diterapin dan mana yang engga bisa. Wish me luck!
Ya Allah, tiba-tiba ada bau Indomie T-T
Berhubung sudah 00.42 WIB dan sudah mengantuk, mari kita akhiri tulisan yang spontan kali ini, mungkin akan ada tulisan-tulisan spontan lainnya dikesempatan lain, haha. Tetap jaga kesehatan, ya.
Komentar
Posting Komentar