Iya, Bagaimana?

Ini malam hari, dan ini saya masih berada disuatu tempat yang sangat sering  saya kunjungi dan sangat sering saya rindukan, tapi pernah juga saya merasakan untuk tidak berada disini (hanya sesekali saja berfikiran seperti itu, karena tempat ini memang sangat menenangkan), tapi saat ini, saya ingin lari, sebentar saja, menikmati proses bagaimana angin berhembus pelan dan syahdu, ditemani kopi hangat yang tidak terlalu manis dipinggir pantai yang airnya jernih dan pasirnya putih atau hutan basah yang belum terjamah tangan-tangan manusia. ahhh rindu sekali rasanya menikmati saat-saat seperti itu.

sebenarnya alasan saya untuk pergi sejenak saat ini bukan karena saya bosan berada ditempat ini, namun saya merasakan gejolak yang sudah lama hilang dihati ini muncul lagi.gejolak yang bisa membuat semua batu es kesenangan mencair menjadi lautan kesedihan (sebenarnya tidak terlalu tepat kesedihan, mungkin lebih tepat kegalauan, tapi kata kegelauan juga terlalu berlebihan, entahlah). alasannya bisa kalian mengerti? pasti mengerti jika kalian peka.

rasanya ingin meleburkan diri ini bersama pasir pantai, dan menikmati ombak memerankan peran yang sesungguhnya sangat indah sekali. menenangkan. saya menginginkannya, saya menginginkanmu.

ada satu titik dimana saya terus mempertahankan ego untuk membiasakan dirimu memenuhi hari, hati, dan fikir ini. seharusnya tidak begitu, seharusnya tidak boleh begitu, seharusnya tidak pernah boleh begitu. iya kan? menurut kalian bagaimana?

endingnya saya juga yang akan bertanggungjawab atas segala pilihan yang saya ambil dan saya percayai dan saya laksanakan. pastilah. mana mungkin ada orang lain yang akan bertanggungjawab atas perbuatan yang saya lakukan. tidak mungkin. mustahil. tidak percaya? pada akhirnya kita memang harus bertanggungjawabkan? masih tidak percaya?

namun ada perasaan yang terkadang (atau bahkan sering) mengalahkan ego yang mengakar pada hati dan fikiran. bayangan rasa nyaman dan rasa aman. di sisimu, di sampingmu, di pelukmu (saya mulai ngelantur lagi) lebih kuat dari pada logika yang telah bertengkar untuk menentukan yang mana yang baik dan yang mana yang salah.(sebenanya juga saya masih harus banyak belajar tentang menentukan hal tersebut).

ada yang pernah mengatakan sesuatu kepada saya. "jangan pernah mempercayai sesuatu itu dan melabelinya sebelum kamu benar-benar telah merasakannya" (saya lupa siapa yang pertama kali mengatakan hal ini). itu benar, iya hal itu benar. namun godaan untuk menghayalkeadaan yang lain seperti apa yang kita inginkan itu lebih besar dari pada kenyataan. parah ya. sebenarnya tidak juga.  coba dipikirkan lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini adalah tulisan spontan

Antara Sepeda dan Yogyakarta "bangkitkan (lagi) semangat SEGO SEGAWE"

Review Indomie Goreng “Mie Goreng Aceh”