Perpisahan dan Berjalan di Dunia Masing-masing

Sampai saat ini, aku masih belum terbiasa dengan perpisahan. 

Apa mungkin bisa dikatakan aku terlalu menggenggam erat ? Entahlah, aku tahu hal itu tidak baik.

Padahal, perpisahan itu belum tentu selamanya buruk, bisa jadi memang berpisah adalah jalan paling benar dengan lebih sedikit penderitaannya. Tapi aku masih belum bisa terbiasa dengan berpisah. Berpisah yang aku maksud bukan berpisah selamanya dipisahkan dunia ya, karena kalau sudah berbeda dunia itu tidak ada jalan lain lagi untuk kembali. 

Kalau misalnya diberikan kesempatan untuk mengulang lagi waktu dan dihadapkan pada hal yang sama dengan waktu itu, bisa jadi aku akan tetap mengambil jalan serupa, berpisah. 

Efek pertama perpisahan bagiku dan mungkin juga dirasakan orang lain : Sakit.

Padahal kita yang menghendaki perpisahan tersebut, tapi kenapa masih ada rasa sakit ? Bahkan rasa sakit itu tak berlalu begitu saja, seringnya bagiku rasa sakit itu berulang dan kadang masih teringat walaupun sudah berusaha untuk merelakan dan memaafkan segala hal yang berhubungan dengan kejadian itu. Manusiawi sih ya kayaknya kadang teringat gitu, namanya juga kita punya sesuatu yang kita sebut ingatan. 

Aku masih ingat ketika harus melepaskan seseorang (atau terkadang sesuatu) yang otak langsung merangsang kelenjar lakrimal untuk mengeluarkan air mata, bahkan sampai sesegukan. Perpisahan memang tidak pernah mudah bagiku. Jangankan saat berpisah, sebenarnya untuk memutuskan berpisah juga sama sulitnya. Kenapa harus pisah ? Apa alasan kuat yang benar-benar tidak bisa lagi dikompromikan sehingga harus pisah ? Apakah keputusan untuk berpisah adalah keputusan yang paling tepat ? Apakah benar-benar tidak bisa dipertahankan ? dan sederet pertanyaan-pertanyaan muncul sebelum mengambil keputusan untuk berpisah. Oleh karena itu, bisa dibilang aku tipe yang kalau sudah memutuskan untuk berpisah biasanya akan tetap pada keputusan itu dan harus meneguhkan hati untuk tidak kembali, ya jalan di dunia masing-masing aja. Tidak ada yang salah di antara pihak satu atau yang lain, hanya memang tidak sama-sama memiliki kompromi yang bisa bertemu di satu titik aja.

Kalau ditanya, siapa sih yang ingin berpisah ? Kalau kata lagu, kenapa harus bertemu bila akhirnya dipisahkan ?

Berpisah atau tidak berpisah sama-sama sebuah keputusan yang keduanya memiliki konsekuensi masing-masing. Seperti bersatu yang sesuai kesepakatan bersama, berpisah juga sebaiknya memang kesepakatan berdua juga. Eh, ya memang harus gitu sih ya, kalau satu pihak aja namanya dighosting.

Keputusan berpisah itu untuk kebaikan sendiri atau kebaikan bersama ? Menurutku keduanya tidak ada salah, untuk kebaikan bersama baik, untuk kebaikan sendiri juga tidak apa-apa. Balik lagi sama apapun keputusan yang diambil saat itu sudah dipertimbangkan secara benar. Kalau buat yang gampang banget bilang berpisah atau putus gimana ? Hm, gak tahu. Cuma bisa bilang itu terserah mereka dan silahkan saja kalau memang itu yang dianggap baik, karena aku pribadi tidak satu pikiran dengan prinsip itu.

Memutuskan berpisah adalah satu hal yang sulit, merelakan perpisahan hal lain lagi. Bisa jadi terjadi disatu waktu, atau dalam rentang waktu yang tidak sebentar. 

Padahal kalau berpisah ya memang karena tidak cocok aja ya ? Tapi ternyata tidak semudah itu, karena segala hal yang telah dilakukan sebelum berpisah benar-benar telah mengisi hari kita saat itu. Benar-benar telah memberikan kesenangan hati saat itu, saat-saat yang paling berharga. 

Tapi, setelah berpisah dan harus berjalan di dunia masing-masing, nikmati saja prosesnya. Karena proses setiap orang pasti berbeda. Walaupun pasti tidak semulus itu, semoga rasa ingin untuk menikmati proses itu selalu ada. Good Luck !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini adalah tulisan spontan

Antara Sepeda dan Yogyakarta "bangkitkan (lagi) semangat SEGO SEGAWE"

Review Indomie Goreng “Mie Goreng Aceh”