Sederhana, bahagia, dan cinta
Karena bahagia itu
sederhana.
Sesederhana detak
jantung yang mengiringi langkah kakimu disetiap waktu.
Sesederhana tatapan
penuh harapan tertuju pada langit saat hujan.
Sesederhana secangkir
teh melati yang menemanimu saat mentari hampir tenggelam.
Sesederhana angin
malam yang setia menemanimu hingga fajar menjelang.
Bahagia itu
sederhana.
Namun cinta tak
pernah sederhana.
Apakah cinta tak
membawa bahagia ?
“teh?”
“kopi, please”
“kamu masih kecanduan kopi ya sa”
“kamu yang keterusan minum teh fa”
Jepang terlalu dingin untuk kulit tropis yang dimiliki
ryiosa, wanita keturunan Indonesia-Jepang. Kulitnya berwarna sawo matang,
rambutnya terurai sepanjang punggung dan sedikit bergelombang. Bibirnya tipis,
alis matanya tak terlalu tebal, hidungnya tak terlalu mancung. Tubuhnya tinggi
semampai, jelas sesuai dengan pekerjaannya menjadi model untuk salah satu
majalah terkenal di Kyoto. Meskipun memiliki darah jepang didalam tubuhnya,
ryiosa tidak pernah tahan dengan yang namanya musim dingin. Tulangnya bagaikan
ditusuk tusuk oleh jarum hingga ngilu terasa ke ulu hati.
Kyoto, 24 Maret 2014
Faufa chan!
Anata wa ogenki desuka?
Ogenki desu.
Anata wa ogenki desuka?
Ogenki desu.
Senang sekali rasanya
disini sudah musim semi.
Setelah musim panas ini aku akan mengunjungimu di Banjarmasin! Tunggu aku ya! See you there.
Love ryiosa
Setelah musim panas ini aku akan mengunjungimu di Banjarmasin! Tunggu aku ya! See you there.
Love ryiosa
PS : Desember nanti,
saat kita bertemu, kamu harus mempersiapkan hadiah natal terbaik buatku ya fa.
I will bring my best for you.
I will bring my best too for the twins ^^
I will bring my best for you.
I will bring my best too for the twins ^^
Faufa. Lelaki keturunan jawa yang diajak merantau ke
Banjarmasin oleh kedua orang tuanya sejak lahir ini merupakan teman ryiosa saat
dulu masih di Indonesia. Usia faufa dan ryiosa terpaut lumayan jauh. 7 Tahun.
Kehidupan ryiosa dan faufa dapat dibilang bertolak belakang.
Ryiosa penuh dengan gaya modelis, membuatnya menjadi pusat perhatian seluruh
lelaki yang memandangnya. Terkesan seksi, seakan pria selalu bergairah saat
melihat bibir manisnya. Hidup 14 tahun bersama Keluarga di Jepang membuat
budayanya sedikit berbeda dengan budaya orang Indonesia asli. Lagipula ryiosa
hanya beberapa kali saja balik ke Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun itu. Faufa,
orang Indonesia tulen. Sederhana menyelimuti perkataan dan perbuatannya. Faufa
hidup bersama kedua adik dan ibunya di Banjarmasin. Selain menafkahi seorang
istri dan anaknya yang kembar, faufa juga menjadi tulang punggung keluarganya
saat ayahnya meninggalkan dunia beberapa tahun lalu.
From : My wife Aytifila
Sayang, kangen banget sama kamu. Dedek juga kangen nih. Kapan libur yang? Ditunggu dirumah ya.
I love you
Sayang, kangen banget sama kamu. Dedek juga kangen nih. Kapan libur yang? Ditunggu dirumah ya.
I love you
Sore hari, jarum pendek jam dimeja menunjukkan angka 5.
Lelaki itu tersenyum melihat sesuatu diatas meja kerjanya. Sepucuk kertas dan
layar HP yang menyala. Kertas tersebut berisikan surat dari ryiosa, wanita
cantik berdarah campuran yang sangat menarik. HP yang menyala berisi pesan
singkat dari istrinya yang tinggal di pulau sebrang, pulau Jawa, Kota Jogja lebih
tepatnya.
Sambil merapikan dokumen dokumen yang akan dibawanya pulang,
lelaki itu melihat foto yang ada di layar laptop sebelum mematikannya. Sekali
lagi ia tersenyum. Senyum itu sangat tulus, kelelahan yang ada dimatanya seakan
sirna dihalau badai. Tubuhnya seakan terisi oleh amunisi siap tempur melawan
kejamnya waktu. Ia tersenyum, teruntuk semua hal yang terdapat pada layar
laptopnya.
From : Ayah si kembar
InsyaAllah minggu depan
free sayang, tunggu aku dirumah ya, titip kiss buat dedek
love you too
love you too
Wanita itu tersenyum melihat layar HP yang berisikan pesan
singkat dari suaminya. Sambil menatap penuh harap bahwa sang pujaan hatinya sehat
selalu nan jauh disana. Senyum itu seakan menghilangkan rasa sakit yang ada di
jantungnya, walaupun hanya sesaat. Satu minggu lagi. Ia berjanji pada dirinya
sendiri untuk bertahan. Satu minggu lagi. Sambil menelan obat yang diberikan
dokternya ia berharap sakitnya tidak akan kambuh selama suaminya dirumah.
“Nak fa, pulang ke jogja sekarang”
“Ada apa buk?”
“Si kembar sendirian”
“Maksud ibu?”
“Aytifila di panggil tuhan”
Hening. Tidak ada sautan lagi dari ujung telepon. Hening.
Pertahanan yang selama ini ia bangun runtuh sudah. Hening. Bulir bening dari
mata membasahi pipi indahnya. Hening. Matanya memerah panas. Pecah. Hening itu
pecah oleh isakan tangisnya.
Beberapa jam kemudian tangis itu berpindah tempat. Ke
rumahnya di Jogja. Bendera lelayu terpasang didepan gang rumahnya. Tenda dan
kursi sudah tertata rapi didepan rumahnya. Wangi melati membuatnya merinding.
Ia pulang ke rumah. Biasanya disambut oleh istri dan kedua anaknya. Kali ini
yang menyambutnya lebih banyak.
Wanita itu terbaring dengan indah walaupun terbungkus kain
putih. Bibir wanita itu tersenyum walau tak ada lagi darah yang mengalir
diseluruh tubuhnya. Mata sayunya tertutup untuk selamaya. Sesorang berharap ada
gerakan didada bagian kiri wanita itu. Ditunggunya selama beberapa saat. Nihil.
Jantungnya beku. Lelaki itu menutup matanya sebentar. Berharap saat ia membuka
kembali matanya, berharap ia akan terbangun dari mimpi buruknya. Saat ia
kembali membuka mata. Istrinya masih tetap terbaring tak berdaya didepannya. Tubuhnya
lemas, terjatuh. Orang disekitarnya menangkap tubuhnya yang seakan meleleh
dihantam api panas itu. Bibir lelaki itu mengatakan sesuatu. “Kembar dimana?”
Ia menerima teh melati dengan gula yang cukup kesukaannya
dan istrinya yang kerap kali mereka nikmati saat senja di teras depan rumah.
Saat ini ia nikmati sendiri. bahkan teh itu terasa hambar dimulutnya. Tidak
manis sedikitpun. Sepahit kenyataan yang harus ditelannya dengan sadar. Ia
mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang tercecer. Ia melihat kedua anaknya. Fau
tertidur dipangkuan neneknya. Ayfa menangis, seakan mengerti akan kenyataan
yang menimpa mereka. Faufa bangkit berusa menenangkan anaknya yang menangis.
Dipeluknya erat-erat anaknya itu. Dinina bobokan anaknya itu hingga anaknya
terdiam, terlelap.
“moshi moshi”
“hai sa, suratmu sudah saya trima”
“hai fa, waaah, syukurlah, kabar baik kan? lagi ngapain fa?”
“kabar? insyaAllah baik, lagi nemenin kembar tidur sa”
“kamu di Jogja? atau kembar ke Banjar?”
“saya ke Jogja”
“fa, kamu gapapa kan? suaramu dari tadi bergetar”
“kelihatan banget ya sa?”
“fa..”
Keberangkatannya ke Indonesia dimajukan. Tidak bulan
Desember seperti yang ia janjikan didalam suratnya. Keberangkatannya jadi
minggu ini. Keputusan yang sangat cepat ia ambil sesaat setelah menerima telpon
dari Faufa. Lelaki yang selalu ia tempati di urutan paling atas dihatinya
setelah tuhan dan keluarganya. Kuliahnya ia tinggalkan sejenak. Ia meminta izin
ke orangtuanya untuk ke Indonesia. Setelah menceritakan semua alasannya, ia
diizinkan. Ia mengemasi barangnya dengan perasaan yang bercampur aduk.
Sepanjang waktu yang ia fikirkan hanyalah faufa dan si kembar. Perjalanannya
dari Jepang ke Indonesia terasa sangat lama. Padahal masih berada dalam satu benua.
waktu berputar sangat lambat saat itu. Selama perjalanan ia selalu berdoa,
sangat khyusu.
Jasad wanita yang sangat dicintainya sudah berada didalam
liang lahat. Memakai baju bernuansa hitam ia turut serta menutup lubang itu
dengan tanah. Sambil berusaha menahan tetesan air matanya. Setelah semua ornag
pulang pun ia masih tetap berada di depan kuburan median isterinya itu. Ia
menatap papan nama sambal mengingat pesan terakhir yang ia terima melalui HP
nya. “Kangen banget sama kamu”. Ia menyesali keterlambatannya ke jogja. Andai
saja ia lebih cepat. Ia menitihkan air mata untuk kesekian kalinya.
Membayangkan bagaimana rasa sakit yang selama ini ditahan oleh istrinya. Rasa
sakit yang istrinya simpan sendiri dan tidak ia bagikan ceritanya kepada
suaminya. Faufa merasa berdosa sebagai suami. Sangat berdosa.
Mencoba ikhlas. Hal itulah yang dilakukannya untuk kepergian
istrinya. Ia alihkan kesedihannya dengan merawat kembar. Memandikan, mengganti
popok, bermain, menidurkan kembar menjadi rutinitas yang membuat bibirnya tersenyum
lagi. Perlahan hatinya mulai merelakan kepergian istrinya yang singkat itu. Dan
suatu ketika saat bermain dengan kembar tiba-tiba waktunya terhenti. Ia melihat
wanita yang selama ini mengisi harinya di kehidupan lain. Kehidupan jarak jauh.
Ryiosa.
“Assalamualaikum, ohayou gozaimasu faufa chan. aa ayfa dan
fau lucu sekalii”
“waah lihat siapa yang datang, ada tamu jauh yaa”
“Halo ibu, lama tidak bertemu”
“Iya nak ryiosa, kapan sampai Indonesia? ayo masuk”
“tadi siang sampai bu”
“Fa, jangan bengong”
Senyumnya terkembang lagi. Antara terkembang dan tidak. Ia
masih memikirkan istrinya. Senyumnya tertahan saat teringat mediang isterinya.
Namun kehadiran wanita yang dulu masih bocah itu menghangatkan hatinya yang
beku. mencairkan suasana yang menegang. Wanita itu bermain dengan kembar. Membawa
kembali tawa yang direnggut waktu beberapa saat lalu. Wanita itu, selalu saja
bisa membuatnya tersenyum lagi. Dengan tingkah dan kelakuan apapun yang ia
perbuat. Bahkan dengan penampilannya yang kini sangat sederhana. Jauh dari
cerita pekerjaan yang sering wanita itu ceritakan melalui surat-suratnya.
Seminggu ia cuti dari pekerjaannya di Banjarmasin. Seminggu
juga ia ditemani ryiosa menghadapi kenyataan. Nyatanya harus kembali dengan
kehidupan sebenanrnya. Ryiosa pamit pulang ke Jepang karena ia masih punya
tanggungjawab untuk kuliah dan pekerjaan. Faufa juga harus kembali mencari
nafkah untuk keluarga dan kedua anaknya. Si kembar dititipkan ke ibunya selama
faufa bekerja di Banjarmasin. Ryiosa berjanji akan sering-sering main ke
Indonesia saat liburan tiba. Janji yang selalu dipegang oleh faufa.
Meninggalkan Indoensia terasa berat. Tepatnya lebih berat
meninggalkan faufa dan si kembar. Setidaknya ia sedikit tenang ketika faufa
bangkit dan kembali bekerja, Kembar pun berada di tangan yang tepat, bersama
neneknya. Ia berjanji kepada dirinya sendiri saat libur musim panas ia akan
bermain ke Indonesia. Ia akan dengan segera menyelesaikan studi magisternya dan
mencari kerja di negara asal ayahnya itu. Walaupun harus meninggalkan negara
yang sangat nyaman dengan pekerjaan yang sangat terjamin.
Sudah dua kali musim panas ryiosa mengunjungi faufa dan si
kembar di Indonesia. Ryiosa tetap mengirimi faufa surat seperti biasanya yang
sering ia lakukan. Faufa pun terkadang membalas suratnya dan ia juga sering
mengirimi foto perkembangan si kembar. Entah mengapa berbagi dengan ryiosa
terasa sangat menyenangkan. Perlahan kenangan bersama istrinya menjadi
dukungannya dalam menjalani kenyataan dalam hidup. setelah membaca surat
terakhir dari istrinya, faufa memutuskan untuk tetap melangkah. Sesuai yang
istrinya perintahkan dalam suratnya. Ia mencari teman melangkah untuk menjadi
langkah acuan bagi si kembar.
Pekerjaan faufa berpindah di Jogjakarta. Ayfa dan fau
menjadi alasannya meninggalkan Banjarmasin. Jarak sangat mempengaruhi tingkat
kedekatan batin mereka. Bertemu dengan anak setiap hari juga mengurangi rasa
khawatir didalam hati faufa.
Setelah lulus magister, ryiosa masih bekerja di Jepang.
Ternyata sedikit sulit melepaskan pekerjaan yang telah ditekuninya dari remaja.
Namun dengan pekerjaan yang masih membebaninya, ia masih menyempatkan ke
Indonesia untuk bertemu keluarga faufa. Lelaki yang sejak kecil ia kagumi. Dan masih ia kagumi.
“kamu kapan balik ke Jepang sa?”
“lusa fa”
“titip 1 tiket dewasa plus 2 tiket anak-anak ya”
“maksudya?”
Faufa tersenyum. Ryiosa memeluknya hangat.
Bahagia itu sederhana
Namun cinta tak
pernah sederhana
Bahagia itu sederhana
Kesederhanaanlah yang
menuntun cinta
Teruntuk kamu, jalan
ceritaku
Komentar
Posting Komentar